“Sandal Titipan, Doa di Hadapan Kekasih Allah”

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين.

Teriring Sholawat serta salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, keselematan, rezeki yang melimpah dan berkah, serta kita semua dimudahkan dalam segala urusan.., Amin amin amin YRA..

Hari ketiga kami di Madinah Al Munawwarah, malam itu saya bersama bapak melaksanakan shalat di Masjid Nabawi. Usai menjalankan ibadah, hati saya tergerak untuk mengajak bapak sowan, mengunjungi makam Baginda Nabi Muhammad SAW.

Bapak belum pernah sebelumnya mengunjungi makam beliau, sedangkan jadwal rombongan kami untuk memasuki Raudhah, taman surga, baru dijadwalkan keesokan harinya. Maka, malam itu saya memutuskan untuk mengajak bapak meskipun harus antre panjang.

Dengan perlahan saya tuntun bapak melewati antrian menuju area makam Baginda Nabi SAW. Saat mendekati pintu masuk area makam, kami melepaskan sandal, memasukkannya ke dalam kantong plastik, lalu menyimpannya di tas ransel. Namun, tepat ketika saya hendak menutup tas, tiba-tiba ada seseorang memasukkan sandalnya ke dalam tas saya, sambil menepuk bahu saya.

Saya sedikit terkejut, tetapi tidak menolak titipan sandal itu. Tidak hanya itu, orang tersebut dengan sigap menarik tangan saya dan bapak, mengajak kami masuk ke area makam Rasulullah SAW. Langkahnya tegap, tubuhnya tinggi, janggut putihnya lebat, dan wajahnya bulat bersih penuh cahaya.

Di sepanjang perjalanan, dia melantunkan sholawat dan doa. Saya tidak memahami bahasanya, mungkin bahasa Arab, namun intonasi dan ketulusan di suaranya terasa begitu mendalam. Sesampainya di depan makam Baginda Rasulullah SAW, dia mengarahkan kami, menunjukkan satu per satu makam suci—milik Rasulullah, Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA, dan Umar bin Khattab RA.

Di sana, dia mengajak kami berdoa. Tangis haru bercampur dengan doa-doa yang tak putus ia lantunkan. Sesekali ia menepuk bahu saya, memberi semangat dan harapan. Dari gerak-geriknya, saya merasa bahwa dia mendoakan kami, memohon kepada Allah agar kami dapat kembali lagi ke tempat mulia ini.

Air mata haru tak dapat saya tahan. Semua terasa begitu mendalam. Usai berdoa, kami berjalan keluar bersama. Dia mengeluarkan sandalnya dari tas saya, lalu mengucapkan sesuatu yang mungkin adalah terima kasih dan doa. Wajahnya terlihat bahagia, penuh senyuman.

Saat kami melambaikan tangan sebagai salam perpisahan, hati saya masih bertanya-tanya. Siapa dia sebenarnya? Tubuh saya merinding setiap kali mengingat wajahnya yang bersih bersinar dan penuh kharisma.

Apakah dia manusia? Ataukah mungkin malaikat yang diutus Allah untuk menemani perjalanan kami malam itu?

Saudaraku, hikmah dari cerita ini begitu mendalam. Kebaikan, sekecil apa pun itu, selalu bernilai di sisi Allah. Bahkan dari tindakan sederhana seperti menerima titipan sandal, Allah tunjukkan keajaiban dan berkah yang tak terduga.

Semoga kita semua selalu diberikan kesempatan untuk berbuat baik, sebesar atau sekecil apa pun itu, demi mendapatkan ridha Allah SWT.

Semoga tahun depan kita semua dapat berziarah kembali ke tanah Suci Makkah Al Mukarromah dan Maddinah Al Munnawaroh..Amin amin amin YRA

يَارَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدْ يَا رَبِّ بَلِّغْنَا نَزُوْرُهْ

Salam Dari Maddinah Al-Munawaroh

You may also like...

Leave a Reply